Penulis: Aditya Nugraha
Pada tanggal 20 September 2017, Presiden Republik Indonesia secara resmi telah mengesahkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Merkuri). Sebelumnya dalam Rapat Paripurna ke-5 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2017-2018, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah menyetujui untuk mengesahkan RUU tersebut menjadi Undang-Undang. Pemerintah Indonesia telah secara resmi melakukan depository kepada Sekretariat Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika pada tanggal 22 September 2017.
Konvensi Minamata merupakan suatu instrumen global yang mengatur penggunaan merkuri/raksa secara global dengan tujuan untuk melindungi kesehatan dan manusia dan lingkungan hidup dari emisi dan lepasan merkui maupun senyawa-senyawa merkuri yang bersifat antropogenik. Sebagai salah satu negara yang mengesahkan/meratifikasi Konvensi ini, Indonesia akan terikat dengan pengaturan-pengaturan yang terdapat dalam Konvensi. Namun sebenarnya apa saja yang diatur dalam Konvensi Minamata Convention on Mercury (Konvensi Minamata mengenai Merkuri)? Berikut penjelasannya.
LATAR BELAKANG
Merkuri atau yang biasa disebut dengan raksa adalah unsur kimia dengan simbol Hg. Merkuri merupakan salah satu logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan hidup oleh karena bersifat toksik, persisten, bioakumulasi dan dapat berpindah dalam jarak jauh di atmosfir. Dengan bantuan bakteri di sedimen dan perairan, merkuri berubah menjadi metil merkuri yang lebih berbahaya bagi kesehatan apabila masuk dalam rantai makanan sehingga menyebabkan keracunan merkuri.
Salah satu kasus keracunan merkuri yang sangat fenomenal adalah “Minamata Diseases”yang terjadi pada tahun 1950-an di Jepang. Kasus ini terjadi akibat pembuangan limbah yang mengandung methylmercury dari industri pupuk Chisso Chemical Corporation di prefektur Minamata. Tanda-tanda keracunan mulai terlihat pada tahun 1949 ketika tangkapan ikan mulai menurun drastis, yang ditandai dengan punahnya jenis karang yang menjadi habitat ikan andalan nelayan. Minamata Disease adalah penyakit sistem syaraf dengan gejala utama meliputi gangguan sensorik, ataksia, penyempitan konsentris bidang visual, dan gangguan pendengaran. Jika seorang ibu terpapar methylmercury selama masa kehamilan, terdapat kemungkinan janinnya akan ikut terpapar.
Pada tahun 2001, United Nations Environmental Programme (UNEP) melakukan kajian global tentang merkuri dan senyawa merkuri terkait dengan aspek dampak kesehatan, sumber, transportasi dan peredaran serta perdagangan merkuri, juga teknologi pencegahan dan pengendalian merkuri. Berdasarkan hasil kajian tersebut UNEP menyimpulkan bahwa diperlukan tindakan/upaya internasional guna menurunkan resiko dampak merkuri terhadap kesehatan manusia dan keselamatan lingkungan hidup dari lepasan merkuri dan senyawa merkuri.
Dalam rangka mengendalikan merkuri secara internasional, UNEP menyelenggarakan Governing Council (GC) pada tahun 2009 yang menyetujui untuk dilakukannya negosiasi Global Legally Binding Instrument on Mercury dengan membentuk Intergovernmental Negotiating Committee (INC). Indonesia turut berperan aktif dalam INC, mulai dari INC-1 pada tahun 2010 di Stockholm hingga INC-5 pada tahun 2013 di Jenewa yang menyetujui substansi konvensi dan menyepakati nama konvensi adalah “Minamata Convention on Mercury” atau Konvensi Minamata Mengenai Merkuri. Urutan pertemuan negosiasi tersebut adalah sebagai berikut:
INC-1 dilaksanakan pada tanggal 7-11 Juni 2010,di Stockholm, Swedia.
INC-2 dilaksanakan pada tanggal 24-28 Januari 2011 di Chiba, Jepang
INC-3 dilaksanakan pada tanggal31 Oktober – 4 November 2011 di Nairobi, Kenya
INC-4dilaksanakan pada tanggal 27 Juni–2 Juli 2012 di Punta del Este, Uruguay
INC-5dilaksanakan pada tanggal 13-18 Januari 2013 di Jenewa, Switzerland.
Pertemuan INC-5 merupakan fase terakhir negosiasi yang dimandatkan oleh GCUNEP pada tahun 2009. Negara yang ahdir pada pertemuan tersebutberhasil menyetujui sebuah konvensi yang mengatur tentang pengelolaan merkuri. Konvensi yang selanjutnya disebut Konvensi Minamata ini ditandatangani oleh 92 negara pada diplomatic conference di Minamata, Provinsi Kumamoto, Jepang, pada tanggal 10 Oktober 2013. Indonesia merupakan salah satu negara yang menandatangani perjanjian internasional ini.
Pasca penandatanganan pada tahun 2013, dilakukan 2 kali pertemuan INC yang bertujuan untuk mempersiapkan dokumen yang akan dibahas pada Konferensi Para Pihak (Conference of Parties – COP) pertama. Dua pertemuan INC tersebut adalah
INC-6 dilaksanakan pada tanggal 3 – 7 November 2014 di Bangkok, Thailand
INC-7 akan dilaksanakan pada tanggal 10 – 15 Maret 2016 di Yordania.
Konvensi Minamata mengatur pengadaan dan perdagangan merkuri dan senyawa merkuri, termasuk di dalamnya pertambangan merkuri, penggunaannya sebagai bahan tambahan di dalam produk dan proses produksi, pengelolaan merkuri di Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK), pengendalian emisi dan lepasan merkuri dari industri ke udara, air dan tanah, penyimpanan stok/cadangan merkuri dan senyawa merkuri sebagai bahan baku/tambahan produksi, pengelolaan limbah merkuri dan lahan terkontaminasi merkuri, serta kerjasama internasional dalam pengelolaan bantuan teknis, pendanaan dan pertukaran informasi.
PEMBERLAKUAN (ENTRY INTO FORCE) KONVENSI MINAMATA
Pasal 31 Konvensi Minamata menyatakan bahwa “Konvensi ini wajib mulai berlaku pada hari ke-90 (sembilan puluh) setelah tanggal penyimpanan instrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan, ataupun aksesi yang ke-50 (lima puluh)”. Pada tanggal 18 Mei 2017, Romania menjadi negara ke-50 yang melakukan penyimpanan instrumen ratifikasi Konvensi Minamata kepada Sekretariat Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Maka, 90 hari berikutnya yakni 16 Agustus 2017, Konvensi Minamata mengenai Merkuri dinyatakan mulai berlaku (entry into force) secara global.
Hingga 25 September 2017 terdapat 85 negara yang telah meratifikasi Konvensi Minamata. Indonesia telah meratifikasi pada tanggal 22 September 2017 setelah dilakukannya penyimpanan instrumen International of Regulation (IoR) oleh Menteri Luar Negeri Republik Indonesia kepada Sekretariat Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat. Dengan dilakukannya hal tersebut Indonesia telah menjadi Negara Pihak Konvensi Minamata. Negara Pihak (Party) merupakan sebutan bagi negara atau organisasi kerjasama ekonomi kawasan (regional economic integration organizations) yang telah melakukan ratifikasi, aksesi, penerimaan atau persetujuan terhadap Konvensi.
TUJUAN
Konvensi Minamata mengenai Merkuri bertujuan untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari emisi dan lepasan merkuri maupun senyawa-senyawa merkuri yang bersifat antropogenik.
MATERI POKOK
Konvensi Minamata terdiri dari 35 Pasal dan 5 Lampiran. Pasal-pasal dalam Konvensi Minamata dibagi menjadi 4 bagian utama, yakni:
1.Pasal mengenai pengaturan operasional, memuat kewajiban mengurangi emisi dan lepasan merkuri dan senyawa merkuri antropogenik ke media lingkungan;
a. Mengkontrol Sumber Pasokan dan Perdagangan Merkuri(Pasal 3)
b. Phase-outdanphase-downpenggunaan merkuri di produk dan proses (Pasal 4, 5 dan 6
c. Pengendalian penggunaan merkuri di Pertambangan Emas Skala Kecil (Pasal 7)
d. Pengendalian emisi dan lepasan merkuri dan senyawa merkuri (Pasal 8 dan 9)
e. Penyimpanan, limbah dan lahan terkontaminasi (Pasal 10, 11 dan 12)
2.Pasal mengenai dukungan bagi Negara Pihak dalam hal:
a. Sumber dan Mekanisme Pendanaan (Pasal 13);
b. Peningkatan Kapasitas, Bantuan Teknis dan Alih Teknologi (Pasal 14); dan
c. Komite Implementasi dan Kepatuhan (Pasal 15)
3.Pasal mengenai informasi dan peningkatan kesadaran termasuk aksi untuk mengurangi dampak merkuri
a. Aspek Kesehatan(Pasal 16);
b. Pertukaran Informasi(Pasal 17);
c. Informasi, Kesadaran dan Pendidikan Masyarakat (Pasal 18);
d. Penelitian, Pengembangan dan Pemantauan (Pasal 19);
e. Rencana Implementasi (Pasal 20);
f. Pelaporan (Pasal 21); dan
g. Evaluasi Keefektifan (Pasal 22)
4.Pasal mengenai pengaturan administrasi lainnya.
a. Pembentukan Konferensi Para Pihak/Conference of the Parties (Pasal 23);
b. PembentukanSekretariat (Pasal 24); dan
c. Pasal administratif lainnya (Pasal 25 hingga Pasal 35) yakni mengenai penyelesaian sengketa, amendemen atas konvensi, adopsi dan amandemen terhadap lampiran, hak memberikan suara, tanda tangan, ratifikasi-penerimaan-persetujuan-aksesi, pemberlakuan, pensyaratan, penarikan diri, lembaga penyimpan (depositary), serta teks otentik.
Selanjutnya 5 lampiran dalam Konvensi Minamata mengatur mengenai produk-produk mengandung merkuri, proses produksi yang menggunakan merkuri atau senyawa merkuri, pertambangan emas skala kecil, daftar titik sumber emisi merkuri dan senyawa merkuri ke atmosfer, dan prosedur arbitrase dan konsiliasi. Dalam lampiran-lampiran ini diatur mengenai:
- Penggunaan merkuri yang masih diperbolehkan dalam jumlah tertentu untuk keperluan perlindungan sipil dan militer, penelitian, kalibrasi instrumen, standar referensi, switch dan relay, lampu fluoresen katoda dingin, lampu fluoresen katoda eksternal, produk untuk praktik tradisional atau religius dan vaksin yang dilindungi thiomersal sebagai bahan pengawet;
- Penggunaan merkuri yang dihapuskan secara bertahap hingga 2018 adalah proses dengan asetaldehid. Sedangkan yang dihapuskan secara bertahap hingga 2020 antara lain berupa baterai, thermometer, serta tensimeter dan dihapuskan secara bertahap hingga 2025 adalah produksi klor-alkali;
- Penghapusan penggunaan merkuri pada Pertambangan Emas Skala Kecil.
PASAL PER PASAL
Pasal | Judul | Pengaturan |
Pasal 3 | Sumber Pasokan dan Perdagangan Merkuri |
|
Pasal 4 | Produk-Produk Mengandung Merkuri |
|
Pasal 5 | Proses Produksi yang menggunakan Merkuri atau Senyawa Merkuri |
|
Pasal 6 | Pengecualian Bagi Pihak Berdasarkan Permintaan |
|
Pasal 7 | Pertambangan Emas Skala Kecil |
|
Pasal 8 | Emisi |
|
Pasal 9 | Lepasan |
|
Pasal 10 | Penyimpanan Sementara yang Ramah Lingkungan Hidup untuk Merkuri, Selain Limbah Merkuri |
|
Pasal 11 | Limbah Merkuri |
|
Pasal 12 | Lahan Terkontaminasi |
|
Pasal 13 | Sumber dan Mekanisme Pendanaan |
|
Pasal 14 | Peningkatan Kapasitas, Bantuan Teknis dan Alih Teknologi |
|
Pasal 15 | Komite Implementasi dan Kepatuhan |
|
Pasal 16 | Aspek Kesehatan |
|
Pasal 17 | Pertukaran Informasi |
|
Pasal 18 | Informasi, Kesadaran dan Pendidikan Masyarakat |
|
Pasal 19 | Penelitian, Pengembangan dan Pemantauan |
|
Pasal 20 | Rencana Implementasi |
|
Pasal 21 | Pelaporan |
|
Pasal 22 | Evaluasi Keefektifan |
|
Pasal 23 | Konferensi Para Pihak |
|
Pasal 24 | Sekretariat |
|
Pasal 25 | Penyelesaian Sengketa |
|
Pasal 26 | Amendemen Atas Konvensi |
|
Pasal 27 | Adopsi dan Amandemen terhadap Lampiran |
|
Pasal 28 | Hak Memberikan Suara |
|
Pasal 29 | Tanda Tangan |
|
Pasal 30 | Ratifikasi, Penerimaan, Persetujuan, atau Aksesi |
|
Pasal 31 | Pemberlakuan |
|
Pasal 32 | Pensyaratan |
|
Pasal 33 | Penarikan Diri |
|
Pasal 34 | Lembaga Penyimpan (Depositary) |
|
Pasal 35 | Teks Otentik |
|
MANFAAT PENGESAHAN
Pengesahan Konvensi Minamata memberikan beberapa manfaat bagi Indonesia, antara lain:
- Memberikan dasar hukum bagi negara untuk mengeluarkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan untuk menjamin lingkungan hidup yang bersih dan sehat kepada rakyat Indonesia.
- Memberikan rasa aman dan menjaga kesehatan serta melindungi sumber daya manusia generasi yang akan datang akibat dampak negatif merkuri.
- Memperkuat pengendalian pengadaan, distribusi, peredaran, perdagangan merkuri dan senyawa merkuri.
- Menjamin kepastian berusaha di sektor industri, kesehatan, pertambangan emas skala kecil dan energi.
- Mendorong sektor industri untuk tidak menggunakan merkuri sebagai bahan baku dan bahan penolong dalam proses produksi.
- Membatasi penggunaan merkuri sebagai bahan tambahan pada produk serta mengendalikan emisi merkuri.
- Mendorong sektor kesehatan untuk tidak menggunakan lagi merkuri di peralatan kesehatan dan produk untuk kesehatan.
- Meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan untuk membantu atau menolong masyarakat yang terkena dampak akibat merkuri.
- Mendorong PESK tidak menggunakan merkuri dalam kegiatannya.
- Mendorong sektor energi untuk mengurangi lepasan merkuri ke udara, air dan tanah.
- Memperkuat pengaturan dan pengawasan pengelolaan limbah yang mengandung merkuri.
- Mengurangi resiko tanah, air dan udara yang terkontaminasi merkuri.
- Memberikan peluang bagi Indonesia untuk mendapatkan bantuan internasional, antara lain bantuan teknis, alih teknologi dan pendanaan dalam upaya pengendalian emisi merkuri dan penghapusan merkuri pada kegiatan sektor industri dan kegiatan PESK di Indonesia.
- Meningkatkan kerja sama global untuk pertukaran informasi dalam penelitian dan pengembangan, terutama pengganti merkuri pada proses industri dan PESK guna mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
KONFERENSI PERTAMA PARA PIHAK KONVENSI MINAMATA MENGENAI MERKURI (THE FIRST MEETING OF THE CONFERENCE OF THE PARTIES TO THE MINAMATA CONVENTION ON MERCURY)
Setelah dinyatakan berlaku secara global pada tanggal 16 Agustus 2017, United Nations Environment Programme (UN Environment) menyelenggarakan Konferensi Pertama Para Pihak Konvensi Minamata Mengenai Merkuripada tanggal 24-29 September 2017 di Jenewa, Swiss. Pertemuan yang dihadiri sekitar 1200 peserta dari 120 negara ini mengusung tema “Make Mercury History”.
Konferensi ini membicarakan isu-isu utama seperti pedoman terkait emisi merkuri, pengelolaan lahan terkontaminasi dan penyimpanan sementara, mekanisme pendanaan, keanggotaan komite implementasi dan kepatuhan, waktu dan format pelaporan, evaluasi keefektifan, pemilihan lokasi sekretariat permanen, pedoman penyusunan rencana aksi nasional PESK, peningkatan kapasitas serta isu-isu lainnya yang berkaitan dengan implementasi Konvensi ke depan.
PENUTUP
Segala upaya yang dilakukan untuk mengurangi dan menghapuskan merkuri tidak hanya kita lakukan untuk melindungi lingkungan hidup dari pencemaran dan kerusakan, namun juga melindungi masyarakat khususnya generasi penerus bangsa dari bahaya keracunan akibat merkuri. Diperlukan kesadaran, strategi dan sinergi bersama untuk menyukseskan implementasi dari Konvensi Minamata mengenai Merkuri ini.
DAFTAR PUSTAKA
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Merkuri)
- Implementation of key operational Pasals of the Minamata Convention (http://www.mercuryconvention.org/Portals/11/docume…; diakses tanggal 27 September 2017
- Kementerian Lingkungan Hidup Jepang, 2006, Lessons from Minamata Disease and Mercury Management in Japan,Jepang, diakses tanggal 6 Juli 2017 <https://www.env.go.jp/chemi/tmms/pr-m/mat01/en_ful… diakses tanggal 29 September 2017.
- Overview of the Minamata Convention (http://www.mercuryconvention.org/Portals/11/docume…; diakses tanggal 27 September 2017.
- Overview of the Minamata Convention on Mercury (http://cwm.unitar.org/cwmplatformscms/site/assets/…; diakses tanggal 27 September 2017