Friday, 19 April 2024
Select Page

Dengan diratifikasinya Konvensi Minamata menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017, Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjadi focal point dalam Konvensi Minamata dan memiliki kewajiban untuk melakukan pengurangan maupun penghapusan (phase-out) terhadap merkuri dan turunannya yang digunakan termasuk emisi beserta lepasannya ke lingkungan pada Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK). Untuk itu, melalui kerjasama antara KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ) dan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dengan dukungan UNDP (United Nations Development Program) pada proyek GOLD-ISMIA (Global Opportunities for Long-term Development – Integrated Sound Management of Mercury in Indonesia’s Artisanal and Small-scale Gold Mining), pada tanggal 16 Juni 2020 menyelenggarakan Webinar “Pengolahan Emas Rakyat Yang Bertanggung Jawab”.
Kegiatan ini dihadiri oleh Dirjen PSLB3 dan Kepala BPPT sebagai pemberi kata sambutan dan membuka acara, Sekretaris Utama BPPT, Direktur Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 – KLHK dan Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia  (PERHAPI) sebagai narasumber dan 1600 peserta daring yang terdiri dari beberapa instansi pemerintahan, akademisi, LSM/ NGOs, stakeholder terkait dan masyarakat umum.

Salah satu usaha penghapusan merkuri yang sangat penting adalah memberikan inovasi teknologi pengolahan emas bebas merkuri yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan kepada kelompok PESK. Dengan penekanan pada aspek teknologi yang digunakan harus murah, efektif dan aman bagi penambang.

Dalam sambutannya, Dirjen PSLB3 Rosa Vivien Ratnawati menyampaikan “Salah satu metode pengolahan emas yang umum digunakan di dunia dalam proses pengolahan emas adalah teknik sianidasi yang terkontrol dengan dilengkapi pengolahan limbah yang baik. Proses pengolahan emas menggunakan sianida ini mampu memberikan hasil emas yang lebih banyak dari pada merkuri. Dimana proses ekstraksi emas menggunakan merkuri hanya mencapai 40%, sedangkan sianida bisa mencapai hingga 90% sehingga emas yang dihasilkan lebih banyak dan lebih menguntungkan penambang. Namun dalam penggunaan  sianidasi ini masih perlu diperhatikan kembali teknologi yang digunakan untuk mengetahui dampak yang diberikan”.

Begitu banyak pro dan kontra dari penggunaan sianida dalam pengolahan emas menjadikan salah satu dasar diselenggarakannya webinar ini, yaitu untuk mendapatkan solusi yang tepat dan bermanfaat bagi para pelaku PESK serta aman bagi lingkungan. Diharapkan melalui webinar ini, peserta dapat memahami best practice yang diterapkan di PESK, efektifitas dari teknik sianidasi dan tata kelola limbah pengolahan emas yang sesuai dengan aturan dan standar yang sudah ditetapkan.

Ketua BPPT, Hammam Riza menjelaskan dalam usaha percepatan penghapusan merkuri PESK, diperlukan teknologi tepat guna untuk mengolah emas dengan hasil perolehan yang lebih besar dan mengurangi dampak lingkungan. Saat ini BPPT telah membangun pilot project pengolahan emas bebas merkuri di Kulonprogo Provinsi D.I. Yogyakarta dan diharapkan pilot project tersebut dapat menjadi model percontohan pengolahan bijih emas yang sesuai kaidah pertambangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Terkait implementasi best practice pengolahan emas di sektor PESK, secara khusus dijelaskan oleh Ketua Umum PERHAPI Rizal Kasli bahwa dalam kegiatan penambangan emas harus sesuai dan diarahkan kepada good mining practice karena keselamatan pelaku kegiatan pertambangan adalah hal yang utama. Selain itu good mining practice adalah suatu kegiatan pertambangan yang mentaati aturan, terencana dengan baik, menerapkan teknologi yang sesuai yang berlandaskan pada efektivitas dan efisiensi, melaksanakan konservasi bahan galian, mengendalikan dan memelihara fungsi lingkungan, menjamin keselamatan kerja, mengakomodir keinginan dan partisipasi masyarakat, menghasilkan nilai tambah, serta menciptakan pembangunan yang berlanjutan.

Sekretaris Utama BPPT, Dadan Moh. Nurjaman menjelaskan efektivitas metode pengolahan bijih emas harus berdasarkan karakteristik bijihnya. Mayoritas endapan emas di Indonesia merupakan endapan emas primer. Berdasarkan karakteristik bijih tersebut, teknik/metode pengolahan emas yang sesuai adalah pelindian (leaching) atau dapat dikatakan dengan pelarutan. Pada prinsipnya teknologi yang dipilih untuk pengolahan bijih emas harus mengikuti Standar Operating Procedure (SOP) dan pasca pengolahan tailing limbah harus dikelola dengan baik.

Terakhir, Direktur Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 – KLHK, Achmad Gunawan menjelaskan dalam pengelolaan limbah B3 yang berasal dari pengolahan emas memerlukan izin yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha penambangan emas. Izin pengelolaan limbah B3 ini sangat penting mengingat tingkat konsentrasi dari bahan kimia yang digunakan akan berdampak buruk bagi lingkungan, jika dalam pengelolaan tailingnya tidak sesuai dengan kaidah yang ada. Dengan adanya peralatan pengolahan emas yang dibangun oleh KLHK dan BPPT secara terpusat hal ini merupakan suatu kabar baik karena limbahnya dapat dikelola secara terkumpul dan hanya bersumber dari 1 (satu) titik. Yang tidak kalah pentingnya adalah pengelolaan limbah B3 dari pengolahan emas dapat dimanfaatkan kembali sehingga dapat tercipta suatu sistem circular economy. Sistem circular economy ini dapat diterapkan dengan cara menurunkan konsentrasi sianida pada limbah tailing pengolahan emas dan dari sisa sludge tersebut dapat dimanfaatkan untuk menjadi batako yang sebelumnya harus diuji terlebih dahulu agar sesuai dengan standar atau SNI yang dikeluarkan oleh Kementerian PUPR. Apabila bahan hasil pemanfaatan telah ada standar atau sudah SNI maka izin pemanfaatan limbah B3 akan cepat diterbitkan, namun bila belum ada maka perlu dilakukan uji coba yang dapat difasilitasi oleh beberapa lembaga pemerintahan terkait.

Dari pertemuan ini dapat kita ketahui bahwa Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk melakukan pengurangan dan penghapusan merkuri di sektor PESK dengan salah satunya membangun fasilitas pengolahan emas non merkuri dan juga dengan bantuan hibah dari donor luar negeri melalui Proyek GOLD-ISMIA.

Untuk kedepannya diperlukan peran aktif dari Pemerintah guna mempercepat usaha pengurangan dan penghapusan merkuri melalui sosialisasi kepada para penambang tentang bahaya penggunaan merkuri terhadap manusia dan lingkungan, sosialisasi tentang pengolahan emas dengan sianida dengan pengawasan terkontrol dan ketat, pengolahan limbah tailing dengan kaidah yang benar, penguatan kelembagaan, penguatan kerangka hukum, kemudahan penambang dalam mengakses biaya pinjaman untuk membeli peralatan teknologi dan perluasan jaringan komunikasi antar pihak hingga menindak tegas para pelaku yang menggunakan merkuri. Dengan hal-hal tersebut diharapkan Indonesia dapat dinyatakan bebas dari merkuri secara menyeluruh dan tidak ada pencemaran lingkungan yang ditimbukan khususnya dari sektor PESK.

Untuk melihat video terkait, klik link berikut:

https://youtu.be/VP61D14jbkg

Pin It on Pinterest