Tuesday, 23 April 2024
Select Page

Penulis : Lilis Marwiani, JFT PEDAL Madya KLHK

 

Pengolahan emas dengan merkuri pada pertambangan emas skala kecil (PESK) masih banyak dilakukan, hanya sebagian kecil saja yang telah beralih ke proses yang tidak mengunakan merkuri seperti penggunaan Sianida, Boraks ataupun pemisahan secara fisik dengan didulang (diayak) hal ini yang menjadikan merkuri berada pada lingkungan sekitar kegiatan sebagai sisa proses ataupun yang terbuang begitu saja ke media lingkungan.

PESK atau biasa disebut dengan penambang emas tradisional biasa dalam melakukan kegiatannya menggunakan peralatan yang sederhana, untuk mencari batuan tambang atau ekplorasi dan eksploitasinya menggunakan cangkul, linggis, palu, skop dan alat angkut yang sederhana. Batuan yang didapat akan dibagikan pada sejumlah penambang yang ada dikelompoknya dan pemilik lubang/lahan akan mendapat bagian juga sesuai dengan kesepakatan awalnya.

Proses pengolahan emas yang menggunakan merkuri secara tradisional rata-rata menggunakan gelundung yaitu alat untuk menggiling batuan untuk dicampur dengan merkuri. Adapun urutan proses tersebut sebagai berikut :

1.Proses Penghalusan Batuan Alam

Batuan alam yang didapat dari lubang tambang atau disebut ore sebelum diproses dalam gelundung dilakukan penghalusan dengan cara penumbukan/penghancuran untuk mendapatkan ukuran yang lebih kecil dengan cara ditumbuk secara manual menggunakan palu atau alat penumbuk yang lain.

Gambar 1. Penumbukan batuan tambang

2.Proses Amalgamasi

Batuan yang sudah dihaluskan selanjutnya dilakukan proses amalgamasi dengan menggunakan merkuri yang diisikan dalam gelundung yang berbentuk silinder untuk masing-masing daerah PESK menggunakan gelundung dengan ukuran yang berbeda-beda, salah satu contohnya ada yang ukuran panjang 50 cm diameter 32 cm ini akan diisi batuan halus (ore) dengan jumlah antara 9 – 11 kg dan air kurang lebih sebanyak 20 liter dan ditambah merkuri disesuaikan dengan jenis batuannya dengan tujuan untuk mengikat emas (proses pengamalgaman), juga ada daerah tertentu yang menambahakan satu genggam semen dengan maksud untuk mengikat logam lainnya yang ada di batuan tersebut seperti tembaga dan perunggu dan ditambah 1 sendok makan detergen dengan maksud untuk meredam suara bising dari adanya putaran gelundung.

Gambar 2. Proses Amalgamasi

Penambahan merkuri pada proses gelundung dapat berbeda-beda jumlahnya, hal ini disesuaikan dengan jenis batuannya dan pengalaman dari para penambang. Untuk lebih mempercepat penghancuran dan pencampuran di dalam gelundung juga diisi besi batangan yang panjangnya disesuaikan dengan ukuran gelundungnya dengan jumlah antara 3 sampai 4 batang. Lama pemutaran gelundung juga disesuaikan dengan jenis batuan yang diolah, bila yang diolah batuan lunak/alluvial cukup diputar dengan lam waktu 3–5 jam, sedang bila jenis batuannya keras pemutaran bisa sampai 24 jam.

Gambar 3. Penimbangan Merkuri

Setelah selesai dari penggilingan selanjutnya gelundung dibuka dan dikeluarkan hasil penggilingan tersebut untuk ditampung dalam suatu wadah (ember) selanjutnya sisa-sisa yang masih menempel pada gelundung dibersihkan dengan cara menggelontorkan air dengan menggunakan selang. Diketahui pada pembersihan ini terdapat limpasan air yang berlebih dari tempat penampungan dan terdapat juga merkuri yang terikut keluar dari tampungan menuju ke bak penampungan limbah yaitu ke kolam tailing. Kolam tailing ada yang kedap air dan ada yang tidak kedap sehingga bisa meresap ke tanah.

Proses selanjutnya dari tempat penampungan yang berisi lumpur dan merkuri dibersihkan dengan menambahkan air hingga tersisa campuran merkuri dan emas serta logam lainnya atau yang disebut amalgam yang ditampung dalam suatu wadah.

Gambar 4. Pengambilan Amalgam dari Proses Gelundung

3.Proses Pemerasan

Untuk memisahkan amalgam yang masih bercampur dengan merkuri, maka dilakukan pemerasan dengan menggunakan kain. Hasil pemerasan menghasilkan amalgam emas dan merkuri sisa yang akan digunakan kembali untuk proses berikutnya. Amalgam masih berupa campuran logam dan terdapat juga sedikit merkuri.

Gambar 5. Proses Pemerasan

4.Proses Pembakaran

Untuk memisahkan logam yang mengandung emas dari merkuri yang masih menempel dilakukan pembakaran. Pembakaran biasanya dilakukan dengan cara terbuka sehingga merkuri yang masih terikat dalam amalgam tersebut akan menguap ke udara apabila tidak menggunakan alat penangkap uap merkuri (retort).

Gambar 6. Pembakaran amalgam

Dari hasil pembakaran didapatkan emas yang masih belum murni karena masih terdapat kandungan impuritas logam lainnya seperti perak ataupun tembaga biasa disebut dengan spons emas selanjutnya penambang akan menimbang hasilnya dan menjual ke toko emas untuk dimurnikan kembali di lokasi toko emas.

Gambar 7. Penimbangan Spons Emas Hasil Pembakaran

Dari proses di atas dapat digambarkan dalam diagram alur proses sebagai berikut :

Gambar : 8 Diagram Alir Proses Pengolahan Bijih Tambang Untuk Mendapatkan Spons Emas

Untuk menghitung rasio Hg dan Au ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bekerjasama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Brawijaya (UB) pada tahun 2018 melakukan pengukuran langsung melalui Kegiatan Pemetaan Dampak Merkuri terhadap Lingkungan, Kesehatan dan Sosial Masyarakat di sekitar PESK pada 7 lokasi yang tersebar di 7 Provinsi yaitu di Kabupaten Dharmasraya – Provinsi Sumatra Barat, Kabupaten Merangin – Provinsi Jambi, Kabupaten Kotawaringin Barat – Provinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten Wonogiri – Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Lombok Barat – Provinsi Nusa Tenggara Barat,Kabupaten Bolaang Mongondow Timur – Provinsi Sulawesi Utara. Dari ketujuh lokasi pemetaan di atas, 5 lokasi PESK menggunakan merkuri dalam proses pengolahan emasnya yaitu di Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Dharmasraya. Spons emas masih mengandung campuran perak sehingga masih memerlukan proses pemurnian lebih lanjut dengan melarutkan dalam asam kuat. Pada umumnya PESK hanya melakukan pengolahan hanya sampai hasil akhir spons emas dan langsung dijual ke toko emas (toko perhiasan) mereka yang akan melakukan pemurniannya.

Untuk mengetahui berapa jumlah merkuri yang dipergunakan pada kegiatan Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK), terdapat panduan atau toolkit yang diterbitkan oleh UN dalam versi 1.0 dengan judul “Metode dan Alat untuk Memperkirakan Penggunaan Merkuri dan Mendokumentasikan Praktik pada PESK”. Panduan ini dirancang untuk membantu pemerintah, organisasi masyarakat sipil dan sektor swasta untuk mendapatkan data penggunaan merkuri pada kegiatan PESK.

Dalam panduan ini adalah bagaimana cara mengetahui berapa gram merkuri yang digunakan untuk menghasilkan setiap gram emas, ini disebutkan sebagai rasio merkuri berbanding emas (Hg : Au).

Pengertian Rasio Hg : Au adalah gram merkuri yang digunakan (hilang dari lingkungan) dalam memproduksi satu gram emas.

Bagaimana cara mengihitung rasio Hg : Au pada unit pengolahan dengan cara pengamatan langsung, penghitungan dan pengukuran fisik dengan penimbangan merkuri dan hasil yang diperoleh pada setiap tahapnya. Adapun tahapan tersebut sebagai berikut :

 

Tahap Pencampuran :

a) Menimbang merkuri yang akan ditambahkan ke proses amalgamasi pada gelundung.

b) Menimbang merkuri yang tersisa dari proses pemerasan untuk mengambil amalgamnya,

c) Menimbang hasil amalgam dari proses amalgamasi

 

Tahap Pembakaran amalgam:

d) Menimbang amalgam sebelum dilakukan proses pembakaran.

e) Menimbang hasil pembakaran amalgam yang disebut dengan emas spons

f) Bila proses pembakaran menggunakan alat tangkap uap merkuri kembali (Retort) maka menimbang merkuri yang didapatkan kembali dari Retort.

 

Perhitungan rasio Hg : Au adalah sebagai berikut :

  1. Mengkonversi berat spons emas ke massa setara dengan emas murni (24K, 100%) menggunakan rata-rata dari hasil laporan kemurnian emas pada lokasi penambangan.
  2. Menghitung total merkuri yang digunakan dengan mengurangi merkuri yang didapat kembali dari proses pemerasan.
  3. Membagi Merkuri total yang digunakan oleh massa emas murni yang diproduksi.

Hg: Au rasio = Total Hg digunakan / massa spons emas diproduksi

Total merkuri yang digunakan (rasio Hg : Au, atau X) menurut metode UN Toolkit adalah jumlah total merkuri yang telah melebur ke lingkungan, baik dalam tahap pencampuran sebagai cairan atau limbah dan dalam tahap pembakaran sebagai uap di udara (V+W).

Rasio merkuri menjadi emas (Rasio Hg : Au atau Y) adalah massa total merkuri yang dimasukkan ke dalam lingkungan selama proses ini (atau sebagai total merkuri yang digunakan) dibagi massa setara dengan spons emas pada emas murni (100%, 24 K).

Dari definisi di atas dan dari hasil pengukuran langsung pada kegiatan pemetaan di 5 lokasi didapat penggunaan merkuri sebagaimana dapat diringkas dalam tabel berikut ini :

Tabel 1 Perhitungan Baseline Penggunaan Merkuri di PESK dengan mengikuti Metode UN Toolkit.

Sumber : Hasil Pemetaan Dampak Merkuri terhadap Lingkungan, Kesehatan dan Sosek oleh KLHK bekerjasama dengan ITB dan UB, Tahun 2018.

Bila masing-masing penghitungan di atas dilakukan untuk sekali proses, total merkuri yang digunakan atau merkuri yang hilang ke lingkungan (air/tanah dan udara) per lokasi PESK tersebut adalah sebagaimana dalam tabel sebagai berikut :

Tabel. 2 : Jumlah Merkuri yang Digunakan atau yang Hilang ke Lingkungan di Lokasi PESK

Sumber : Hasil Pemetaan Dampak Merkuri terhadap Lingkungan, Kesehatan dan Sosek oleh KLHK bekerjasama dengan ITB dan UB, Tahun 2018.

Bila rata-rata hari aktif per tahun dapat diketahui dari hasil wawancara pengolah emas maka dapat dihitung jumlah merkuri yang digunakan atau yang hilang ke lingkungan dalam 1 tahun adalah sebagai berikut :

Tabel. 3. Jumlah Merkuri yang Digunakan (hilang ke lingkungan) dalam 1 Tahun di Lokasi PESK

Sumber : Hasil Pemetaan Dampak Merkuri terhadap Lingkungan, Kesehatan dan Sosek oleh KLHK bekerjasama dengan ITB dan UB, Tahun 2018.

Bila dilihat pada penggunaan merkuri pada pengolahan emas di atas, rata-rata PESK dalam 1 tahun menggunakan merkuri berkisar antara 744.48 gram (0,75 Kg) sampai terbanyak 14.174,76 gram (14,18 Kg) sangatlah besar, dan ini merupakan merkuri yang tidak bisa terambil kembali dan terbuang ke lingkungan baik ke tanah, air ataupun ke udara.

Dapat dibayangkan bila merkuri telah terbuang ke lingkungan baik ke media air, tanah maupun ke udara yang akan terkena dampaknya adalah makhluk hidup yang ada di sekitarnya mulai dari tanaman, (padi, singkong dan tanaman sebagai makan pokok lainnya) ataupun biota seperti ikan sebagai rantai makanan akhirnya akan dikonsumsi oleh manusia. Manusia juga dapat secara langsung terkena dampak merkuri dari udara melalui proses pembakaran amalgam, yang berada di sekitarnya akan berpotensi terhirup merkuri ini bila tidak berhati-hati dan menggunakan alat pelindung diri.

Sebenarnya ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah merkuri yang terbuang ke lingkungan hal ini berdasar pengamatan dan pendampingan yang telah dilakukan oleh tim KLHK pada pengolah emas dan penambang, diantaranya sebagai berikut :

  1. Menentukan jenis batuan, tidak semua batuan membutuhkan merkuri yang sama, untuk batuan keras dibutuhkan lebih banyak dari batuan lunak atau jenis alluvial. Rata-rata pengolah emas menggunakan jumlah merkuri yang sama untuk semua jenis batuan, biasanya disamakan dengan kebiasaan yang telah dilakukan selama ini. Apabila penggunaan merkuri lebih sedikit disesuaikan dengan jenis batuannya akan meminimasi pula jumlah merkuri yang terbuang.
  2. Pada penampungan hasil proses penggilingan dari gelundung, rata-rata ditampung langsung di wadah yang tidak terlalu besar dengan digelontor menggunakan air yang berlebih dan deras, hal ini akan berpotensi merkuri banyak yang terikut terbawa aliran air (overflow) tidak sempat mengendap dalam wadah. Apabila sebelum ditampung dalam wadah terdapat penyaring/filter untuk mencegah merkuri yang terbuang bersama air dan air yang digelontorkan tidak terlalu banyak dan deras, tentu akan dapat meminimalisir merkuri yang terbuang ke lingkungan.
  3. Pada proses pembakaran amalgam, rata-rata dilakukan ditempat terbuka yang berada di dekat rumah tinggalnya, tidak menggunakan retort (alat penangkap uap merkuri), hal ini menambah jumlah merkuri yang terbuang ke lingkungan dan tentu saja membahayakan kesehatan pengolah itu sendiri dan anggota keluarganya

Dampak-dampak merkuri pada kesehatan manusia yang terpapar dari uap merkuri dapat mengalami gangguan saluran pernafasan atau paru-paru dan gangguan berupa kemunduran pada fungsi otak. Kemunduran tersebut disebabkan terjadinya gangguan pada korteks. Garam-garam merkuri yang masuk ke dalam tubuh, baik karena terhisap ataupun tertelan akan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran pencernaan, hati dan ginjal. Kontak langsung dengan merkuri melalui kulit akan menimbulkan dermatitis lokal, tetapi dapat juga meluas secara umum bila terserap dalam tubuh dalam jumlah yang cukup banyak karena kontak yang berulang-ulang.

Pengolah emas selama ini bekerja tanpa menggunakan alat pelindung diri apapun sehingga berpotensi langsung kulit bersentuhan dengan merkuri dan sangat mungkin menghirup uap merkuri, untuk meminimalisir dampak bahaya merkuri tersebut seharusnya pengolah emas menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan karet yang tahan tembus dan sepatu karet, serta masker dan baju khusus untuk kerja celana dan lengan panjang.

Demikian yang dapat penulis sampaikan untuk pengetahuan dalam memperkirakan penggunaan merkuri pada Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) sebagaimana yang terdapat panduan atau toolkit yang diterbitkan oleh UN dalam versi 1.0

Daftar Pustaka :

  1. Hasil Pemetaan Dampak Merkuri terhadap Lingkungan, Kesehatan dan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Lokasi Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK)oleh KLHK bekerjasama dengan Institut Teknologi Bandung dan Universitas Brawijaya, Tahun 2018.
  2. The Dangers of Mercury Exposure to Your Health. http://www.globalhealingcenter.com/natural-health/the-dangers-of-mercury-exposure-to-your-health/. Accessed 21/03/2017.
  3. UN Environment, Versi 1.0, Panduan dan toolkit , Metode dan Alat Memperkirakan Penggunaan Merkuri dan Mendokumentasikan Praktik pada Pertambangan Emas Tradisional dan Skala Kecil (PESK)”, Tahun 2017.
  4. Toolkit untuk Identifikasi dan Kuantifikasi Merkuri, Referensi Laporan dan Pedoman Inventarisasi Level 2, Versi 1.2 April 2013, UNEP – Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Sumber Foto:

Kunjungan Lapangan Direktorat Pengelolaan B3 ke Lokasi PESK di Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2019

 

Artikel telah ditayangkan pada laman SIB3POP http://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/articles/view?slug=penggunaan-merkuri-pada-kegiatan-pertambangan-emas-skala-kecil-pesk

Pin It on Pinterest